Minggu, 10 Januari 2010

AC-FTA ancam UKM batik lokal


Solo (Espos) Perdagangan bebas Asean dengan China atau Asean-China Free Trade Agreement (AC-FTA) mengancam pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) batik khususnya batik printing.
Perdagangan bebas dengan China cukup mengkhawatirkan sektor ini lantaran produksi batik China adalah batik printing. Sementara, untuk batik tulis dan batik cap dinilai cukup kuat dan mampu bersaing di tengah perdagangan bebas. Hal itu disampaikan Ketua Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan (FKBL), Alpha Febela Priyatmono, ketika ditemui Espos di rumahnya, Minggu (10/1). Menurut Alpha, dari tiga sektor batik yakni batik tulis, cap dan printing, batik printing yang paling terancam. ”Produksi China itu hanya tekstil biasa, tapi motifnya batik. Memang katanya, batik printing China dengan batik printing Solo sudah memiliki pangsa pasar sendiri-sendiri. Hanya yang juga cukup mengkhawatirkan adalah China nanti menyerang motif-motif umum.” Motif umum ini, adalah motif-motif batik printing yang umumnya diproduksi para UKM disamping motif-motif seragam. ”Jadi, jangan sampai industri batik China itu masuk ke Indonesia dalam skala UKM. Ini yang paling berbahaya dan bisa mematikan UKM-UKM batik lokal. Bakal terjadi persaingan yang cukup ketat, karena industri batik China skala UKM itu akan merebut pasar UKM lokal.” Sejauh ini, lanjut Alpha, pelaku batik belum memiliki strategi khusus untuk menghadapi pasar bebas ini. ”Kalau membendung jelas tidak bisa, karena perjanjian AC-FTA itu sudah berlaku. Strategi pertama yang sudah sering kami lakukan adalah edukasi kepada masyarakat tentang batik, yang diharapkan bisa berdampak pada penambahan produksi batik dalam negeri. Kedua, kalau kami bisa usul kepada pemerintah, perlu ada pembatasan-pembatasan terkait investasi yang masuk ke dalam negeri.” Alpha mengatakan, batik printing Solo sendiri menguasai sekitar 60% hingga 70% dari total produksi batik.IdentikSenada disampaikan salah satu pengusaha batik di Laweyan, Gunawan Muh Nizar. Gunawan menyampaikan dampak perdagangan bebas dengan China sejauh ini memang belum terasa terutama pelaku batik tulis ataupun cap. Karena apresiasi masyarakat untuk batik kalangan menengah ke atas ini sudah cukup bagus. ”Tapi, batik printing ini yang perlu dilindungi, karena batik dari China sangat identik dengan produksi printing dan dibuat secara massal.” Kendati, lanjutnya, tidak menutup kemungkinan produk China ini mengambil alih pasar batik printing umum yang dibuat pelaku UKM. - Oleh : Hijriyah Al Wakhidah

Sumber : http://edisicetak.solopos.co.id

Jumat, 08 Januari 2010

Dampak ACFTA, 40.000 buruh di Jabar terancam kena PHK

Bandung– Sekitar 40.000 buruh pabrik di Jawa Barat terancam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai dampak pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang akan menghempaskan daya saing produk dalam negeri.
“Indonesia belum siap masuk ACFTA, industri tekstil, alas kaki dan elektronik yang ada di Jawa Barat terancam gulung tikar. Sedikitnya 30 ribu hingga 40 ribu buruh terancam PHK,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat, Deddy Widjaya di Bandung, Rabu.
Ia menyebutkan, serbuan produk Cina yang berharga murah ke Indonesia jelas akan “menyerang” produk industri dalam negeri dan berpotensi menurunnya daya saing produk lokal.
Akibatnya, banyak industri yang akan merugi dan akhirnya gulung tikar. Imbasnya, karyawan yang selama ini mendukung produksi di pabrik itu akan terkena pemutusan hubungan kerja.
“Pada triwulan pertama mungkin tak akan begitu terasa karena baru diberlakukan 1 Januari 2010, namun dampak signifikan akan terasa pada semester pertama 2009. Itu pasti,” kata Deddy Widjaya.
Serbuan produk Cina yang memanfaatkan kemudahan ekspor ke kawasan ASEAN, terutama Indonesia yang menjadi target pasar utama mereka, kata Deddy tinggal menghitung hari.
Menurut Deddy, industri Cina didukung iklum usaha yang lebih kondusif dari pemerintah dalam bentuk bantuan stimulan yang mendorong iklim produksi di sana.
Selain itu industri Cina bisa mendapatkan mesin produksi dari dalam negeri, sedangkan Indonesia harus mengimpor dari luar negeri dengan harga yang lebih mahal.
“Yang akan sangat terasa imbasnya produk tekstil dan produk tekstil. Salah satu cara menyelamatkan TPT saat ini pemerintah harus menunda pemberlakukan ACFTA,” kata Deddy Widjaya.
Sementara itu, mayoritas industri tekstil di Indonesia berada di Jawa Barat. Demikian pula volume ekspor TPT nasional sebagian besar berasal dari Jawa Barat.
“Melihat kondisi saat ini dihadapkan dengan AFTA, sekitar 20-30 persen dari 8000 anggota Apindo Jabar terancam gulung tikar, dan itu berimbag pada PHK massal,” kata Deddy.
Ia menyebutkan, ekspor Cina saat ini sudah menguasai sekitar 24 persen pasaran di ASEAN. “Bila ACFTA tetap digulirkan, akan dilematis bagi industri nasional. Menembus ekspor akan sulit karena rendahnya daya saing,” kata Deddy.
Selain itu, produksi biaya tinggi masih akan menjadi kendala pagi produk dalam negeri sehingga mengendurkan daya saing produk.
“Bila tidak diikuti adanya perbaikan dalam menekan produksi biaya tinggi, jelas kondisi saat ini cukup berat. Indonesia perlu waktu untuk memberlakukan ACFTA. Minimal dua tahun lagi,” katanya.
Sementara itu Gubernur Jawa Barat H Ahmad Heryawan menyatakan akan mendorong agar aspirasi para pengusaha dan buruh untuk menunda pemberlakukan ACFTA direspon oleh pemerintah.
“Kondisinya jelas kurang menguntungkan bagi industri, khususnya yang ada di Jabar. Kita belum siap masuk pasar bebas, di lain pihak hal itu sudah menjadi sebuah keniscayaan di masa mendatang,” kata Heryawan.
Ia menyebutkan, upaya penundaan pemberlakuan ACFTA perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menyelamatkan beberapa sektor industri yang dipastikan terpukul oleh perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan Cina itu.
Sementara itu DPRD Jawa Barat akan berkirim surat kepada pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Perdagangan untuk mengupayaan penundaan pelaksanaan ACFTA.
“Kami tidak ingin Jabar dilanda PHK massal akibat banyaknya industri yang gulung tikar,” kata Ketua Komisi E DPRD Jabar, Syarif Bastaman.

Sumber : http://www.solopos.com/

Selasa, 05 Januari 2010

WIRA USAHA MANDIRI

Usaha Kecil dan Menengah merupakan salah satu bidang usaha yang apabila dibina dan ditekuni oleh masyarakat di Indonesia, akan mampu membawa bangsa ini keluar dari krisis ekonomi dan lingkaran setan kemiskinan. Dengan adanya program-program pemerintah yang saat ini sudah banyak digulirkan guna membantu masyarakat mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang dan mengembangkan diri serta berusaha, sehingga setiap individu maupun keluarga dari setiap lapisan masyarakat dapat mendapatkan penghasilan dan mampu mandiri bahkan mampu memberdayakan orang-orang di sekitarnya. Jumlah angkatan kerja yang besar dengan sedikitnya kesempatan kerja merupakan salah satu hal yang mengakibatkan banyaknya pengangguran, hal ini apabila dibiarkan terus menerus akan dapat mengancam kelangsungan hidup bernegara apalagi dengan adanya krisis ekonomi dunia yang terjadi baru-baru ini.
Oleh karena itu dengan adanya blog ini diharapkan dapat membantu menginspirasi setiap orang yang berkunjung untuk dapat kembali mempunyai semangat untuk berentrprenur atau berwira usaha dan mengembangkan diri sesuai dengan kreatifitas masing-masing dan mampu menciptakan peluang-peluang baru tanpa merugikan orang lain sehingga terjadi upaya yang sinergi antara setiap individu, masyarakat dan negara dalam memajukan kesejahteraan kehidupan.